Sabtu, 31 Mei 2014

Gender yang miris

Kejadian jaga malam.

Datang tengah malam. Sepasang suami istri paruh baya bersama seorang anak laki2 dewasa. Bapak itu sakit perut dan sepertinya dia tidak bisa menahan rasa sakit nya sehingga berteriak- teriak kesakitan. Maka kami pun menenangkan. Tapi tetap saja bapak itu mengaduh kesakitan dan sesekali berteriak. Tidak mengindahkan instruksi kami untuk tenang dan atur napas. Maka istrinya yang dari tadi dengan setia memijat dan mengelus bagian yang sakit mencoba menasehati suaminya. Tapi yang di dapat ibu itu adalah tamparan keras di bagian wajah dan pukulan di kepala belakang. Betapa kaget nya kami melihat pemandangan itu. Seketika kami geram dengan kelakuan kasar bapak itu. kami bertanya apa dasar dia memukul istrinya Jawabnya karena istrinya terlalu banyak ngomong. Dia mengatakan dia tidak suka istrinya terlalu banyak bicara karena hanya akan membuat sakitnya makin bertambah.

Kami menghela napas

Apakah demikian perlakuan ayahmu kepada ibumu dulu? Apakah kamu merasa hebat dan menang melihat istrimu merintih kesakitan karena pukulanmu? Apakah kamu pikir anakmu senang melihat ibu yang mengandungnya dipukuli oleh belahan hatinya? Apakah dengan memukul istrimu, sakitmu akan hilang? Kalau dengan menyiksa istrimu kamu merasa sehat, untuk apa kamu datang kemari untuk berobat dan mengajak istrimu untuk dipermalukan didepan umum dengan pukulan2mu? Padahal istrimu sangat menyayangimu. Istrimu berhak membunuh mu, tapi dia masih menghargaimu sebagai seorang suami dan ayah dari anak2nya.
Kamu seharusnya merasa hina. Disiksa lalu dibunuh pun tidak cukup untuk menghukum mu. Karena akibat dari ulah mu itu, mempengaruhi orang2 disekitarmu dan akan banyak lagi korban dari generasi mu selanjutnya.

Kataku marah. Tapi ak hanya berkata di dalam hati.

Ak sangat tidak menyetujui kekerasan. Dan tidak pernah dibesarkan dengan kekerasan. Kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Hanya orang yang tidak punya otak untuk berpikir dan tidak punya kemampuan untuk bicara baik2 menggunakan kekerasan. Dan itu kekerasan hanya dilakukan di rimba. Yep. Pelaku kekerasan tidak ada bedanya dengan hewan.

Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.

Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.

Miris ya.

Bagaimanapun juga yang harus kita sayangi adalah diri sendiri. Laporkan lah apabila terjadi pelanggaran HAM tsb kepada komnas. Agar manusia liar pelaku kekerasan itu mendapat ganjaran yang sepantasnya. Dan tidak ada lagi perilaku rimba di bumi beradab ini.

Tidak ada komentar:

Pengalaman sangat berharga. Aku menghargai pengalamanku dengan menulisnya. Selamat membaca:)

Pengalaman sangat berharga. Aku menghargai pengalamanku dengan menulisnya. Selamat membaca:)
:)

selamat datang di blog aku

selamat datang di blog aku
menjadi pribadi yang baik itu banyak efek positif nya:) dan banyak cara ngedapetinnya. selamat mencari:D